- Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa jika
menangis dalam shalat dikarenakan sedih pada musibah, maka itu membatalkan
shalat. Karena seperti itu dianggap sebagai kalam manusia (perkara di luar
shalat, pen.). Namun jika karena mengingat surga dan takut pada neraka,
shalatnya tidaklah batal. Seperti itu menunjukkan bertambahnya khusyuk.
Sedangkankhusyuk adalah ruh dari shalat.
- Ulama Malikiyah berpandangan bahwa menangis
dalam shalat bisa jadi dengan suara atau tanpa suara. Jika menangis tanpa
suara, shalatnya tidak batal. Jika dengan suara, shalatnya batal. Sedangkan
jika menangisnya dengan suara dan itu atas dasar pilihannya, shalatnya batal.
Jika bukan atas pilihannya dan didasari karena sangat khusyuknya, shalatnya
tidak batal walaupun banyak. Namun kalau bukan karena khusyuknya, shalatnya
batal.
- Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika
menangisnya keluar dua huruf, maka membatalkan shalat karena seperti itu
meniadakan shalat. Meskipun ketika itu menangisnya karena takut akhirat. Ini
pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, walau dalam madzhab Syafi’iyah
sendiri ada yang menyelisihi pendapat tersebut.
- Ulama Hambali berpendapat bahwa jika
menangisnya terdiri dari dua huruf, itu muncul karena khasyah (rasa takut yang
besar), atau bahkan sambil tersedu-sedu, tidaklah membatalkan shalat. Karena
seperti karena terhanyut dalam dzikir. Begitu juga kalau seseorang tidak
khusyuk lalu menangis dalam shalat, shalatnya batal.
- Ibnul Qayyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad,
“Memaksakan diri untuk menangis disebut at-Tabaki, ada dua macam. Ada yang
terpuji dan ada yang tercela. Memaksakan diri untuk nangis yang terpuji adalah
berusaha menangis dalam rangka melembutkan hati dan agar takut kepada Allah, bukan
karena riya atau sum’ah (pamer). Sementara memaksa nangis yang tercela adalah
sok nangis untuk dilihat orang lain.” (Zadul Ma’ad, 1/175).
- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Menangis dalam shalat jika karena takut pada Allah dan mengingat perkara akhirat, begitu pula karena merenung ayat yang dibaca seperti saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan janji dan ancaman, maka tidak membatalkan shalat. Adapun jika menangis tersebut karena musibah yang menimpa atau semacamnya, maka membatalkan shalat. Bisa membatalkan karena menangis tersebut berkaitan dengan perkara di luar shalat. Karenanya memikirkan perkara-perkara di luar shalat atau perkara lain mesti dihilangkan agar tidak membatalkan shalat. Intinya, memikiran berbagai macam hal yang tidak terkait dengan shalat berakibat kekurangan saja di dalam shalatnya.” (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 9: 141). Allahu a’lam.
- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Menangis dalam shalat jika karena takut pada Allah dan mengingat perkara akhirat, begitu pula karena merenung ayat yang dibaca seperti saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan janji dan ancaman, maka tidak membatalkan shalat. Adapun jika menangis tersebut karena musibah yang menimpa atau semacamnya, maka membatalkan shalat. Bisa membatalkan karena menangis tersebut berkaitan dengan perkara di luar shalat. Karenanya memikirkan perkara-perkara di luar shalat atau perkara lain mesti dihilangkan agar tidak membatalkan shalat. Intinya, memikiran berbagai macam hal yang tidak terkait dengan shalat berakibat kekurangan saja di dalam shalatnya.” (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 9: 141). Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar