Kode Etik Guru Profesional
Karena
kode etik itu merupakan suatu kesepakatan bersama dari para anggota suatu
profesi, maka kode etik ini ditetapkan oleh organisasi yang mendapat
persetujuan dan kesepakatan dari para anggotanya. Khusus mengenai kode etik
guru. di Indonesia, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) telah menetapkan
kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
Etos
kerja Guru Sebenarnya kata "etos" bersumber dari pengertian yang sama
dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan
dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian
yang tercermin melalui. unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi
kehidupannya.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat
agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru
sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai
tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru
sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan
ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut
adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Berikut peraturan-peraturan yang membahas tentang kode etik
·
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang
Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai Negeri Sipil
mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan
di luar kedinasan". Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan
adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula
prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggungjawab pegawai
negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbua tan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari.
·
Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai
Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan
pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
(1) sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
·
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
(UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik; (2) Kode etik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Kode
Etik Guru Indonesia
Guru
Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan
yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945,
turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil
untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1.
Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2.
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5.
Guru
memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara
pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
7.
Guru
memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8.
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru melaksanakan
segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Etika Guru Profesional Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir
kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode
etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan
perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasonal.
Guru
merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena
itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai
contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari
kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 atau kurikulum KTSP dan kemudian diubah
lagi menjadi Scientific dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
Etika Guru Profesional Terhadap Anak
Didik
Dalam Kode
Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam
membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat
yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan
tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap
peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai
dalam konteks ini.
Pertama,
guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda
yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan
diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik.
Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya
jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan
perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap
kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan
sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap
premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping
itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan
bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat
orang lain.
Kedua,
guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini,
prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku
peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti,
tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan
kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan
mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga,
hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi
seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan
profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam
kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran
mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan
peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua
kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis,
secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi
dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara
itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak
hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga.
Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau
perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang
sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada
akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan
di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus
patuh pada kehendak dan kemauan guru.
Etika Guru Profesional terhadap
pekerjaan
Pekerjaan
guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat
memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan
kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.
Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh
sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan
meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik
Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara
profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa
diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus
menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah
hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang
berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan
dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk
meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu
cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan
lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan
sebagainya.
Etika Guru Profesional Terhadap
Tempat kerja
Sudah
diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh
lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara
optimal.
Dalam UU
No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan
fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang
pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan
fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan
Visi Pendidikan Nasional.
Disisi
lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas
yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita
sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa
fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing
anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan
dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para
guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang
membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara
itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan
hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah,
masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar